Thursday, November 25, 2004

sebelum segalanya terlambat...

Pekerjaan seringkali menyeret kita, menyita segenap pikiran, dan merenggut kita dari orang-orang yang kita cintai; bahkan menyedot habis sukacita dan kegembiraan kita. Padahal, dunia di sekeliling terus saja berjalan tanpa dipengaruhi apakah kita sibuk atau hanya diam saja. Alam punya kebijaksanaannya sendiri.

Ada saat-saat di mana kita diingatkan lagi, apa sebenarnya yang paling berharga. Tentunya momen kontemplatif demikian tidak akan mungkin mengajak kita menghitung berapa banyak isi rekening kita atau berapa lama lagi kursi manajemen puncak akan diduduki. Sebaliknya kita akan diusik hal-hal remeh, betapa indahnya kicau burung dan gemerisik daun. Atau sontak muncul kerinduan ingin melihat wajah orang yang kita cintai.

Sejenak, segala kebrilianan kita menangani klien besar - mungkin juga jerih payah dan upaya kita menyukseskan suatu proyek - terlupakan. Tiba-tiba segala yang diperjuangkan mati-matian setiap hari kehilangan arti dan nilai. Indahnya hidup ini ternyata hanya diisi kebisingan dan lompatan-lompatan semu ke puncak-puncak artifisial, yang realitasnya cuma sekadar gundukan kecil di antara lembah kehidupan. Dengan mudahnya kita dialihkan dari puncak sejati yang harus diraih.

Beruntunglah jika kita masih diberi waktu untuk sampai di puncak sejati, menikmati hal-hal terindah sepanjang jalan, sembari bersyukur bahwa segalanya belum terlambat. Segera lah palingkan wajah ke luar jendela. Nikmati indahnya awan yang berarak dan sambut sapaan mentari. Perlambat laju kendaraan saat menuju kantor di pagi hari; resapi kegembiraan sederhana sang pedagang sayur yang baru saja menikmati secuil rezeki dari dagangannya yang habis terjual di pasar. Jangan ragu angkat telepon dan mengatakan perasaan pada orang yang paling kita kasihi.
Hal-hal terbaik ada di luar sana, tidak perlu dikejar-kejar atau diusahakan dengan segenap daya-upaya, serta tersedia gratis untuk kita.

Sebelum segalanya terlambat...


denpasar-jakarta 30.000 kaki dpl, 26okt04, 07:00wita