Saturday, December 11, 2004

mimpi

Tiap malam, saat aku memisahkan diri dari keriuhan di sekitar dan mulai menyapa-Nya, rentetan kejadian itu tanpa diminta akan melintas, menghambur begitu saja, meluap dari kedalaman memoriku yang (sebetulnya) pendek dan singkat. Layaknya kejadian nyata, jernih, sampai ke detail terkecil.

Rasanya seperti baru kemarin, pengujung hari di bulan Oktober, tanggal duapuluh lima, hanya berselang minggu dari ulang tahunku. Malam penuh kegelisahan, mataku sulit dipejamkan. 'Mungkin karena hawa panas lembab' demikian pikirku. Beberapa jam mendatang, jelas lah bahwa peristiwa yang menjungkirbalikkan hidupku adalah penyebabnya. Ia samar-samar menghampiri, mewujud dalam ketidaktenangan, tiba lebih awal. Bagai harum bunga diembus angin, mendului penglihatan akan sosok bunga itu sendiri.

Ibu jariku merangkai pesan singkat di telepon genggam, 'aku gak bs tidur...pdhl capek dan ngatuk bgt,' sekedar ingin berbagi. Sejurus kemudian datang balasan dari kasihku, 'aku jg gak bs tidur.'

Namun entah mengapa - sampai kini masih kusesali, karena mestinya aku harus tetap terjaga - tiba-tiba kantuk menyergap. Pukul setengah dua dini hari aku terlelap.

Cuma tiga jam aku berada di luar kesadaranku, toh terasa lama juga tidurku sat itu. TIba-tiba aku disentakkan dari alam mimpi, duduk tegak di ranjang. Refleks, terlingkupi kegelapan kamar, kulihat ke arah ponsel menyala tanpa menimbulkan bunyi. Kuraih benda bergetar itu, terbaca rangkaian huruf 'didit' dan 'Answer'. Ya Tuhanku, semoga bukan...

"Mas, Papa 'nggak ada'. Tadi pagi..."

"Kok bisa...Kenapa? Gimana?" (respon putus asa tentu saja, karena setiap orang BISA sewaktu-waktu dipanggil menghadap-Nya).

"Pokoknya lu ke sini ya, sekarang !"

Malam ini, saat aku kembali sulit memejamkan mata, 'mimpi' itu masih datang, dalam bentuknya yang paling murni dan jelas. Seakan film yang diputar ulang dalam kepalaku. Di sini, di kamar ini, aku masih berharap terbangun, menemukan hidupku yang dulu dan lengkap itu. Dan semua ini cuma mimpi buruk, seperti sembarang malam lainnya.

Bahkan aku tak ada di sampingnya saat-saat terakhir.


Denpasar, 7 des 04, 02:00

Thursday, November 25, 2004

sebelum segalanya terlambat...

Pekerjaan seringkali menyeret kita, menyita segenap pikiran, dan merenggut kita dari orang-orang yang kita cintai; bahkan menyedot habis sukacita dan kegembiraan kita. Padahal, dunia di sekeliling terus saja berjalan tanpa dipengaruhi apakah kita sibuk atau hanya diam saja. Alam punya kebijaksanaannya sendiri.

Ada saat-saat di mana kita diingatkan lagi, apa sebenarnya yang paling berharga. Tentunya momen kontemplatif demikian tidak akan mungkin mengajak kita menghitung berapa banyak isi rekening kita atau berapa lama lagi kursi manajemen puncak akan diduduki. Sebaliknya kita akan diusik hal-hal remeh, betapa indahnya kicau burung dan gemerisik daun. Atau sontak muncul kerinduan ingin melihat wajah orang yang kita cintai.

Sejenak, segala kebrilianan kita menangani klien besar - mungkin juga jerih payah dan upaya kita menyukseskan suatu proyek - terlupakan. Tiba-tiba segala yang diperjuangkan mati-matian setiap hari kehilangan arti dan nilai. Indahnya hidup ini ternyata hanya diisi kebisingan dan lompatan-lompatan semu ke puncak-puncak artifisial, yang realitasnya cuma sekadar gundukan kecil di antara lembah kehidupan. Dengan mudahnya kita dialihkan dari puncak sejati yang harus diraih.

Beruntunglah jika kita masih diberi waktu untuk sampai di puncak sejati, menikmati hal-hal terindah sepanjang jalan, sembari bersyukur bahwa segalanya belum terlambat. Segera lah palingkan wajah ke luar jendela. Nikmati indahnya awan yang berarak dan sambut sapaan mentari. Perlambat laju kendaraan saat menuju kantor di pagi hari; resapi kegembiraan sederhana sang pedagang sayur yang baru saja menikmati secuil rezeki dari dagangannya yang habis terjual di pasar. Jangan ragu angkat telepon dan mengatakan perasaan pada orang yang paling kita kasihi.
Hal-hal terbaik ada di luar sana, tidak perlu dikejar-kejar atau diusahakan dengan segenap daya-upaya, serta tersedia gratis untuk kita.

Sebelum segalanya terlambat...


denpasar-jakarta 30.000 kaki dpl, 26okt04, 07:00wita